logo.png

 

 

 

 

 

 

Survei

Standar Pelayanan

E-Court

Direktori Putusan

Info Perkara

Laporan Kinerja

KEPALA BIRO HUKUM DAN HUMAS HADIRI RAPAT PEMBAHASAN DIM RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DI KEMENTERIAN NEGARA PPA

Ditulis oleh Pengadilan on .

Jakarta - Humas: Kepala Biro Hukum dan Humas MA-RI, Dr. Abdullah, S.H., M.S. didampingi oleh Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas D.Y. Witanto, S.H, dan Dr. Riki Perdana Raya Waruwu, S.H., M.H. menghadiri rapat Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual pada Tanggal 10 Mei 2019 bertempat di Ruang Tjut Nyak Dien Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg-PPA).  Rapat tersebut di pimpin langsung oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise dan dihadiri oleh Para Pejabat Eselon I dan Eselon II dari Kementerian dan Lembaga terkait.

Materi pembahasan rapat difokuskan pada substansi terkait hal-hal yang bersifat krusial dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjelang masa sidang di DPR yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Beberapa point yang menjadi isu penting antara lain: keterkaitan antara materi RUU dengan beberapa perundang-udangan lainnya seperti KUHP, KUHAP, Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sehingga tidak tumpang tindih karena dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga mengatur beberapa hal terkait ketentuan pidana dan hukum acara yang bersifat khusus. Selain itu rapat juga membahas tentang pengaturan jadwal serta mekanisme pembahasan, mengingat waktu yang tersedia sangat pendek sampai dengan akhir masa jabatan DPR, sedangkan RUU yang sedang dalam proses pembahasan jumlahnya cukup banyak.

Susbtansi dan ruang lingkup dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi tindakan Pencegahan, Penanganan, Perlindungan, Penindakan Pelaku dan Rehabilitasi Korban dan  Pelaku. Kualifikasi kekerasan seksual yang diusulkan dalam RUU tersebut terdiri dari a. Pelecehan Seksual, b. Eksploitasi Seksual, c. Pemaksaan Kontrasepsi, d. Pemaksaan Aborsi, e. Perkosaan, f. Pemaksaan Perkawinan, g. Pemaksaan Pelacuran, h. Perbudakan Seksual dan/atau i. Penyiksaan Seksual.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA-RI menyampaikan beberapa masukan kepada forum antara lain bahwa “Mahkamah Agung mendukung prakarsa pembentukan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini, namun perlu diperhatikan terkait dengan korelasi antar norma dalam substansi RUU dengan ketentuan perundang-undangan yang lain. Dalam penggunaan istilah juga jangan sampai menimbulkan kerancuan karena nantinya akan menyulitkan bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan undang-undang tersebut. Selain itu perlu dipertimbangkan kembali terkait pasal-pasal yang menentukan ketentuan pidana bagi penyidik, penuntut umum dan hakim yang lalai dalam melaksanakan kewajibannnya, karena norma tersebut bertentangan dengan Putusan MK Nomor 68/PUU-XV/2017 dan dapat mengganggu independensi lembaga kekuasaan kehakiman”.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan kata penutup bahwa “semua kementerian lembaga terkait perlu mempersatukan kembali tekad bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera di sahkan dan sedapat mungkin pada Bulan September 2019 harus sudah di sahkan oleh DPR, agar secepatnya dapat menuntaskan persoalan kekerasan seksual yang marak terjadi di masyarakat”.

Selanjutnya akan dijadwalkan kembali rapat-rapat lanjutan untuk melakukan pembahasan secara lebih intensif dalam rangka penyempurnaan materi dan substansi RUU tersebut dengan melibatkan kementerian dan lembaga yang memiliki kaitan langsung dengan penegakan hukum, khususnya menyangkut penghapusan kekerasan seksual. (Dy/RS) (PTIP)

INDEKS REFORMASI BIROKRASI DAN SAKIP MAHKAMAH AGUNG MENINGKAT

Ditulis oleh Pengadilan on .

Jakarta—Humas: Ikhtiar Mahkamah Agung untuk mendorong terlaksananya program reformasi birokrasi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menuai hasil yang menggembirakan. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi memberikan penilaian yang lebih baik terhadap Mahkamah Agung pada kedua bidang tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Demikian disampaikan Sekretaris Mahkamah Agung, A.S. Pudjoharsoyo dalam acara Sosialisasi dan Pendampingan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) terhadap sejumlah Pengadilan Negeri Se-Indonesia di Jogjakarta, Kamis (02/05/2019).

Berdasarkan Surat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 226/M.RB.06/2018 tentang Hasil Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi 2018 tertanggal 31 Desember 2018 diketahui bahwa Indeks Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung tahun 2018 mencapai 75,50 atau naik 1,45 dari tahun sebelumnya yang mencapai 74,05.

          “Dengan pencapaian ini, peringkat Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung tetap dalam kategori BB (Baik Sekali),” ujar Pudjoharsoyo.

Peningkatan indeks reformasi birokrasi ini, lanjut Pudjoharsoyo, banyak dikontribusikan oleh program-program yang dikembangkan oleh Mahkamah Agung untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung. Beberapa program tersebut, antara lain pelaksanaan akreditasi terhadap pengadilan, sinergi dengan Aparatur Penegak Hukum (APH) dalam pengembangan Integrated Criminal Justice System (ICJS), pembentukan kelompok kerja koordinasi kemudahan berusaha, implementasi penegakan integritas pegawai melalui peningkatan kepatuhan atas LHKASN yang mencapai 85%, pembangunan zona integritas, pengembangan pelayanan secara elektronik dengan membangun aplikasi Sistem Informasi Pengawasan (SIWAS), Sistem Informasi Penelusuran Perkara, dan Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP) serta pengembangan keterbukaan informasi melalui aplikasi direktori putusan.

Dan untuk semakin meningkatkan pencapaian dalam reformasi birokrasi, Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengamanatkan saran-saran perbaikan seperti peningkatan sosialisasi tentang reformasi  birokras ke seluruh satuan kerja, pembebanan target kepada role model dan agent of change serta evaluasi terhadap kinerja role model dan agent of change, peningkatan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan, optimalisasi sistem manajemen SDM, peningkatan penerapan Zona Integritas (ZI) menuju wilayah bebas dari korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM), serta perluasan cakupan penerapan Integrated Criminal Justice System (ICJS).

Disertai Peningkatan Indeks SAKIP

Peningkatan indeks reformasi birokrasi yang merupakan hasil penilaian atas pelaksanaan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung tersebut disertasi juga dengan peningkatan indeks sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang juga dinilai oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Dalam surat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor B/794/M.AA.05/2018 tentang Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018 tertanggal 31 Desember 2018 disebutkan bahwa Mahkamah Agung memperoleh nilai 69,10 atau predikat B (Baik).

“Dengan penilaian ini berarti Kemenpan RB menilai Mahkamah Agung telah menunjukkan tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya, kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil  sudah menunjukkan hasil yang baik,” jelas Pudjoharsoyo.

Hasil penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut mencatat setidak-tidaknya tiga hal positif yang telah dilakukan oleh Mahkamah Agung. Pertama, tujuan dan sasaran di level Mahkamah Agung dan Unit Eselon I telah berorientasi pada hasil (outcome) serta adanya cascade indikator kinerja utama secara berjenjang mulai dari tingkat Mahkamah Agung sampai pada Pengadila Tingkat Banding dan Pertama.

Kedua, Mahkamah Agung telah melakukan reviu Indikator Kinerja Utama (IKU) dan digunakan dalam perencanaan, penganggaran, pengukuran, pelaporan dan evaluasi internal.

Ketiga, Mahkamah Agung telah melakukan perbaikan terhadap keterbukaan informasi untuk publik melalui situs Website milik Mahkamah Agung atau milik satuan kerja dengan mencantumkan menu khusus SAKIP yang berisi tentang renstra, perjanjian kinerja, indikator kinerja utama dan laporan kinerja.

Dan seperti halnya dalam surat tentang hasil pelaksanaan reformasi birokrasi, surat ini juga mengamanatkan saran-saran guna peningkatan penerapan budaya kerja, antara lain peningkatan kualitas pengukuran kinerja secara berkala, integrasi SIPP dengan SAKIP serta pelaksanaan tindak lanjut atas hasil evaluasi akuntabilitas yang dilakukan oleh badan pengawasan.

“Baik hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi maupun akuntabilitas kinerja instansi pemerintah mengamanatkan rekomendasi-rekomendasi yang perlu kita tindak-lanjuti dan kita akan memperhatikannya dengan seksama” ujar Pudjoharsoyo optimis.

Pudjoharsoyo berharap kedepan prestasi pelaksanaan reformasi birokrasi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di Mahkamah Agung akan terus meningkat seiring usaha-usaha simultan yang dilakukan bersama jajaran tim reformasi birokrasi Mahkamah Agung. (Humas/Mohammad Noor) (PTIP)